Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sudah dua jam ini kutatap layar komputerku... Namun, tak satu jua tertulis rangkaian kata untuk dikirimkan lewat e-mail sebagai pengantar hasil kerjaku malam ini Ternyata, tiada kalimat yang mampu dirangkai ketika suasana hati sedang risau Jadi, malam ini kubiarkan saja jemariku menari di sini Entah, apa jadinya nanti... Akankah tercipta puisi pengisi lara hati Ataukah sekedar tempat sampah penampung serapah...
Malam ini... Kubiarkan jemari ini mengikuti irama hati Yang tak jelas temponya... Yang kadang tak terdengar nadanya Hanya kubiarkan mengalir saja... Seperti ranting hanyut yang pasrah mengikuti air membawanya pergi Aku pun hanya ingin melepaskan emosi di hati Membiarkannya mengalir Seperti air...
Dan malam ini.... Kubiarkan saja jemari ini menari Supaya bisa kulepas pergi Segala sesak di hati Segala gundah Juga semua emosi
Kubiarkan jemari ini menari... Hingga kutemukan diriku lagi...
Tadi pagi terbangun karena mendapat mimpi buruk Rasanya gak enak banget bangun gara-gara terkaget-kaget gitu Kaget karena adegan di mimpi ada kagetnya dan ada syoknya Pas bangun, rasanya capek banget
Gak berasa juga, hal itu ngaruh ke mood. Jadi berasa mood gak enak aja seharian. Dan kalo lagi mood gak enak gitu, bawaannya jadi kangen ayah riza gak tau kenapa ya, kok rasanya ayah riza bisa jadi obat penenang di setiap gundah yang ada.
Akhir-akhir ini akrab banget sama yang namanya pelicin... Berawal dari melaksanakan tugas di tempat yang baru, dimana aku harus turun ngurus dokumen perusahaan dan harus ke sebuah instansi pemerintah. Di sana diketemukan dengan orang pemerintah yang biasa mengurus hal seperti ini Di kantornya ada prosedur yang tertulis tapi, in the name of fastness or so on, ada harga yang harus dibayar untuk tidak melalui berbagai macam persyaratan itu. Dan, walaupun persyaratan yang dibawa sudah lengkap tapi gak mau nunggu lama supaya semua beres, sejumlah uang hasil tawar-menawar pun berpindah tangan kepada pegawai pemerintah itu. Miris, but... That's the reality...
Lagi-lagi masih soal pekerjaan di kantor. Masih harus berurusan dengan instansi pemerintah yang berbeda dengan yang diceritakan di atas. Diinstansi ini, sistemnya sudah mulai sempurna. Hubungan antara uang dengan manusianya sudah diminimalisir dengan langsung menggunakan pembayaran di bank. Tapi, sesudahnya, masih tetap ada orang yang mencari celah untuk mencari tambahan. Dan buat orang yang gak tau, mudah sekali untuk membayar sejumlah uang dengan harapan bisa menambah kecepatan proses tersebut. Padahal, kecepatan yang ditambah gak banyak-banyak amat. Mungkin kalo ada perkara, pelicin baru berperan besar. Kali ini, saya harus melanjutkan pekerjaan orang sebelum saya, jadi mau gak mau, saya harus membiarkan perpindahan pelicin itu ke tangan orang yang mendapatkan "celah" itu untuk sesuatu yang tidak terlalu berpengaruh. Yaaaah, namanya juga pelicin... emang dia licin banget :D *gak nyambung dot com*
Terakhir tentang pelicin... Bulan-bulan kemarin kan lagi rame-ramenya bukaan lowongan kerja di instansi pemerintah Dan rame pula tawaran ke aku untuk masuk jadi pegawainya Harganya bervariasi, mulai dari 80juta - 25juta Dibayar setelah masuk
Duuuuuuh.... Ada gak sih yang gak perlu pake beginian kalo urusan sama pemerintah? Kapan bangsa bisa majuuuu... Dan sampe kapan saya bisa bertahan dengan idealisme saya ya? Karena, atas nama desakan kebutuhan, saya mulai tergoda jugaaaaa
Pagi ini, mungkin karena kebawa mendung, suasana hati saya jadi ikutan mendung Padahal saya beneran gak tau kenapa suasana hati bisa jadi acur-ancuran gini APpa mungkin karena kepala saya lagi penuh Apa karena saya "merindukan" sesorang atau sesuatua Entahlah...
Sepertinya, hari ini yang jelas adalah "ketidakjelasan"